Mesothelioma is a form of cancer which occurs in thin membranes (called the mesothelium) lining the chest, lungs, abdomen and sometimes the heart. Although quite rare, mesothelioma symptoms strike more than 200 people each year in the United States. The majority of mesothelioma cases are directly linked to asbestos exposure.
Because of the long latency period of mesothelioma, the average age of patients is between 50 and 70 years. Mesothelioma affects men most due to the high exposure of asbestos in industrial typed jobs. Mesothelioma symptoms include respiratory problems, shortness of breath, continual cough and pneumonia. Other mesothelioma symptoms include weight loss, abdominal problems and swelling. In some mesothelioma patients, the mesothelioma symptoms are quite muted, making it hard for mesothelioma doctors to diagnose.
Mesothelioma doctors specialize in the study, research, and treatments of Mesothelioma cancers.
Mesothelioma (or the cancer of the mesothelium) is a disease in which cells become abnormal and replicate without control. During Mesothelioma, these cells will invade and damage tissues and organs. Mesothelioma cancer cells can spread throughout the body causing death.
Mesothelioma treatments and Mesothelioma clinical trials and tests
There are many mesothelioma treatment options available. Treatments include surgery, radiation therapy and chemotherapy and the mesothelioma treatment depends on the patient’s age, general health and stage of the cancer. There has been much mesothelioma research conducted throughout the past two years to find new treatment methods. Click here to read more about mesothelioma treatment techniques.
Through mesothelioma research, The National Cancer Institute has sponsored mesothelioma tests and clinical trials that are designed to find new treatment methods. Because of the increase in number of mesothelioma cases in the United States, both governments have increased funding for mesothelioma research. Mesothelioma research and clinical trials have been successful in developing new techniques to fight this cancer and the outlook for more advanced mesothelioma treatments is promising.
Surgery is the most common treatment method for malignant mesothelioma. Tissues and linings affected by mesothelioma are removed by the doctor and may include the lung or even diaphragm.
A second mesothelioma treatment method is radiation therapy through the use of high energy x-rays that kill the cancer cells. Radiation therapy can be outside or inside the body.
A third mesothelioma treatment method is chemotherapy. Through pills or drugs through needles, chemotherapy drugs are used to kill cancer cells.
A new mesothelioma treatment method is called intraoperative photodynamic therapy. In this treatment, light and drugs are used to kill cancer cells during surgery for early stages of mesothelioma in the chest. Although there are numerous treatments and drugs for mesothelioma, doctors are losing the battle against this deadly disease. Most mesothelioma treatments involve old techniques combined with different drug cocktails. However, in most cases, these mesothelioma treatments have many side effects including organ damage, nausea, increase in heart failure etc. The rush to find a more effective mesothelioma treatment or even cure is ongoing at numerous clinical labs across the nation. Let's hope that the mesothelioma treatments will one day erradicate mesothelioma cancer and asbestosis.
With an abundance of information on the Internet, Mesothelioma Cancer and Asbestos ([http://www.mesothelioma-cancer-and-asbestos.com]) has consolidated the most important issues surrounding Mesothelioma, Mesothelioma doctors and symptoms, Mesothelioma treatment, Mesothelioma research and tests.
At [http://www.mesothelioma-cancer-and-asbestos.com], the website contains useful resources on Mesothelioma lawyers and attorneys, as well as causes by asbestos exposure, asbestos removal, asbestos attorneys and lawsuits, and asbestos cancer. Patients stricken by Mesothelioma and their families require support and current information. Mesothelioma Online Resources hopes to educate and give hope to survivors and victims.
Mesothelioma is such a harsh disease. Not only does it take years for symptoms to appear, but there are limited treatements and drugs that will prolong the lives of workers stricken with mesothelioma. In many cases, the death rate of mesothelioma is unfortunately very high. However, with increased funding in mesothelioma research through the government and private grants, the outlook for a mesothelioma cure is quite possible. In the meantime, mesothelioma support groups and local discussions provide the ongoing support for mesothelioma patients.
Mesothelioma Cancer and Asbestos ([http://www.mesothelioma-cancer-and-asbestos.com])is your source for mesothelioma and asbestos information, treatments, clinical trials, attorneys, support groups and lawyers.
About the website: Michael Kenneth is a successful Internet Publisher and has researched and written on many topics for [http://www.mesothelioma-cancer-and-asbestos.com] - your complete source for mesothelioma information, mesothelioma attorneys and lawyers, mesothelioma treatments and research, asbestos exposure and removal, asbestos attorneys and legislation as well as asbestos cancer.
Loading...
Sebuah kisah nyata
yang sangat mengharukan dialami seorang lelaki yang kehilangan istrinya sebab
penyakit kanker. Tetapi, dalam perjalanan jelang ajal sang istri, lelaki
tersebut semakin mengantarkan istrinya.
Berikut kisahnya yang diberikan pemakai Facebook
bernama Mas Rozi yang sangat mengharukan serta membujat netizen menangis
membaca perjalanan cinta pasangan tersebut.
“Tiba-tiba HP ku berdering, seusai menjawab salam suara
diseberang telepon tampak panik “Ayah.. ibu mimisan nich.” Hmm.. kumaklumi
kepanikan istipsu saat itu sebab belum sempat dirinya mengalami mimisan semacam
ini.
Terbukti cuaca pada bulan Agustus 2007 siang itu begitu
teriknya. Aku pikir ini dampak cuaca yang terik itu. Kemudian aku sarankan
dirinya untuk segera ke dokter.
Kemarin hari kemudian istipsu sakit pilek. Semacam
biasanya kalau sakit ia hanya minum obat warung serta jarang sekali mau periksa
ke dokter. “ oalah bunda…. ke dokter ajah kok takut,” ledekku, ku sorong pipi
kenyalnya dengan ujung jari, ia merajuk bibirnya maju 2 centi, lucu menontonnya
semacam itu.
Dua minggu berselang tapi pileknya belum juga hilang.
Malah katanya ada yang terasa menyumbat di saluran hidungnya, rasanya tidak
enjoy serta sulit bernafas. “Bun… besok kami ke Rumah Sakit ya! biar ayah ijin
masuk siang,” rayuku supaya ia mau ke Rumah sakit.
Keesokan harinya saya ajak ia ke RS. Bhakti Yudha
Depok. Saat itu dokter THT bilang istipsu alergi pada debu serta juga bulu-bulu
binatang. Tapi hingga obatnya habis pileknya belum juga ada tanda-tanda
kesembuhan.
Anehnya yang sering keluar lendir hanya hidung sebelah
kiri saja. Bahkan istriku mulai susah bernafas melalui hidung, ia hanya dapat
bernafas melalui mulut. Dan ketika saya membawanya periksa untuk kedua kalinya
dokter menyarankan untuk rontgen. Namun dari hasil rontgen tidak terlihat
adanya kelainan apapun di hidung istriku.
***
Tanggal
3 Nov 2007 …
Aku mengajaknya periksa ke RS Proklamasi Jakarta,
karena menurut informasi di sini peralatanya lebih lengkap. Ternyata benar,
dengan alat penyedot dokter mengeluarkan lendir dari dalam hidung istriku.
Senang rasanya melihat ia dapat bernafas dengan lega. “Alhamdulillah…..”
Beberapa hari kemudian sumbatan itu kembali muncul.
“Duh..bunda!” Kontrol kedua ke RS. Proklamasi masih saja dokter belum dapat
menyampaikan penyakit apa yang dialami istriku ini.
Dokter memasukkan kapas basah ke hidung istriku
(ternyata itu ialah bius lokal), beberapa saat kemudian sebuah gunting kecil
dimasukkan kedalam hidung dan.. “krek” potongan daging kecil diambil.
Belakangan baru aku tau tindakan inilah yang dinamakan biopsi. Tak ada yang
disampaikan kepada kami. Dokter menyarankan dilakukan CT Scan. Kemudian kami
menuju ke RSCM untuk CT Scan.
Keesokan harinya hasil CT Scan aku bawa kembali ke Dokter
RS Proklamasi. Setelah melihat hasil Scan, Dokterpun menyampaikan hasilnya dan
juga hasil biopsi dari laboratorium.
“ini ibu positif,” kata dokter sambil menunjukkan foto
CT Scan. Nampak ada sebuah massa diantara belakang hidung dan tenggorokan
istriku. Cukup besar seukuran kepalan tangan. Aku masih belum mengerti maksud
kata-kata nya dan memang sama sekali tak ada pikiran yang aneh aku coba
bertanya, “maksudnya apa dok?”
“ibu positif kanker!”
Dek.. seolah detak jantungku berhenti “KANKER…Dok?”
Tiba-tiba mataku jadi gelap, sebuah beban berat serasa menindih badanku. Aku
diam dan tak dapat berkata apa-apa, lama aku terdiam.
“Kanker..?” tanyaku, tapi kalimat itu tak mampu terucap
hanya bersarang di kepalaku. Sebuah penyakit yang selama ini hanya aku kenal lewat
informasi dan berita-berita, kini penyakit itupun menghampiri orang terdekatku
orang yang paling aku sayangi. Penyakit yang menakutkan itu menyerang istriku.
Kutatap wajah cantik istriku yang dibalut jilbab
favoritnya, tenang.. teduh… tak ada ekspresi apa-apa aku makin bingung.
“duhh…bunda apa yang ada dalam fikiranmu bunda…”
“Sekarang bapak ke RSCM ke bagian Radiologi kita harus
bertindak cepat,” tiba-tiba aku tersadar. Segera kuambil surat pengantar dokter
dan menuju RSCM.
Sungguh tak pernah terpikirkan sedikitpun sebelumnya,
kini kami berada dalam deretan orang-orang penderita kanker di ruang tunggu
spesialis Radiologi ini. Aroma kecemasan bahkan keputus asaan tergambar di
wajah mereka. Sebenarnya ini juga saya rasakan, tapi saya harus menyembunyikan
raut ini di hadapan istriku. Aku harus tetap menyuguhkan energi penyemangat
padanya.
Dihadapan dokter Radiologi aku bertanya, “sebenarnya
istriku kena kanker apa dok?”
“kanker nasofaring.” jawab dokter singkat.
Ya Allah….kanker apa lagi ini? Istilahnya saja aneh
bagiku. Kenapa harus istriku yang mengalaminya?
“Tapi Insya Allah masih dapat disembuhkan dengan
pengobatan sinar radiasi dan kemoterapy,” dokter mencoba menangkap kegalauan
diwajahku.
“Nanti ibu harus menjalani pengobatan radiasi selama 25
kali.”
Terbayang beratnya derita dan kelelahan yang harus
dialami istriku. Belum lagi dengan kombinasi pengobatan kemoterapy yang
melemahkan fisik.
Keluar dari ruang radiologi seolah semuanya jadi gelap,
rasanya aku tak kuat menahan segala beban ini. Segera aku sms family dan
teman-teman dekatku, aku kabarkan keadaan istriku dan kumintakan do’a dari
mereka. Tak terasa bulir-bulir bening air mata bermunculan disudut mataku.
“Ayah kenapa? nangis yach..?” dengan polos pertanyaan
itu keluar dari bibir istriku.
“iya, ayah sayaaang…. sama bunda,” suaraku gemetar.
Ku usap lembut kepala istriku. Ku tepis perlahan
tangannya yang mencoba mengusap air mataku, ku gengggam kuat jari-jari
lemahnya. Hatiku berbisik “kenapa tak ada kesedihan diwajahmu bunda? apakah
bunda ga tau penyakit ini begitu berbahaya? Atau Allah telah memberitahukan ini
semua kepadamu?”
Bunda biasa ajah koq..” Jawabanya malah makin membuatku
tak dapat bernafas, air mataku akhirnya jatuh juga.
Kususuri lorong-lorong RSCM dengan langkah lemas tak
bertenaga seolah aku melayang, tulang-tulang terasa tak mampu menyangga badanku
yang kecil ini.
Tanggal 5 Desember 2007 …
Mulai hari itu istriku harus dirawat inap di RS.
Proklamasi. Semua persiapanpun dilakukan mulai dari USG, Bond Scan dll.
Hasilnya rahim masih bersih dan tulangpun normal artinya kankernya belum
mejalar ke bagian lain, Alhamdulillah…sempat kuucap kata syukur itu.
Tanggal 8 Desember 2007 …
Hari ke empat. Sore itu aku dipanggil ke ruang Dokter
Sugiono yang akan melaksanakan Kemoterapy. Dikatakan bahwa kanker istriku
stadium 2A dan Insya Allah masih dapat diobati. Istrikupun siap untuk menjalani
pengobatan dengan kemoterapy. Kemudian kami minta ijin ke Dokter untuk
diperbolehkan pulang sambil mempersiapkan segala sesuatunya.
Malam hari ketika kami di rumah, kami minta pendapat
dari pihak keluarga tentang pengobatan yang akan kami lakukan. Dengan berbagai
pertimbangan dan alasan pihak keluarga menyarankan agar kami tidak menempuh
jalan kemo dan radiasi. Kami disarankan untuk menjalani pengobatan dengan cara
alternatif dan pengobatan herbal.
Akhirnya sejak saat itu kami melaksanakan ikhtiar
pegobatan dengan cara alternatif dan minum obat-obat herbal. Karena saat itu
istriku sudah susah untuk menelan maka obat herbal yang diberikan tidak berupa
kapsul, melainkan berupa rebusan. Setiap hari istriku harus minum ramuan dan
rebusan obat-obat herbal yang baunya sangat menyengat. Tapi aku lihat ia dengan
telaten dan sabar rutin minum semua obat-obatan itu.
Semangatnya untuk sembuh begitu besar. Doa pun tiada
henti kupanjatkan siang dan malam. Dan malam-malamku selalu ku habiskan dengan
tahajud dan hajat.
Aku mulai rajin mencari semua informasi yang
berhubungan dengan kanker nasofaring, mulai dari makanan, cara pengobatan,
bahkan alamat klinik pengobatan alternatif. Semua informasi aku cari melalui
internet, koran dan dari rekan-rekan kerja.
Tiga bulan pengobatan, tapi Allah sepertinya belum
memberi jalan kesembuhan dengan cara ini, akhirnya obat herbal aku tinggalkan.
Bahkan pengobatan alternatif sudah aku tinggalkan sejak 1 bulan pertama karena
aku ragu. Beberapa keluarga istri mulai putus asa. Malah ada yang beranggapan
penyakit ini ialah kiriman dari orang. Tapi aku bantah semuanya,sempat ada
pertentangan di antara kami. Aku yakinkan istriku bahwa ini ialah memang ujian
dari Allah,
“Bun..semuanya atas kehendak Allah, bahkan jauh sebelum
kita lahir sudah tertulis takdir ini, usia segini bunda sakit, berobat
kesini-sini itu semua sudah ada dalam catatan Allah bun. Yang penting sekarang
kita jangan lelah berihtiar dan bunda tetep harus semangat untuk sembuh.” Ia
mengangguk perlahan.
Berat badan istriku mulai turun drastis karena tak ada
asupan makanan, sebelum sakit beratnya 53 Kg kini tinggal 36 Kg. Kondisinya
makin parah dan puncaknya ketika aku lihat mata kirinya sudah tak focus. Cara
ia melihat seperti orang juling. Menurut Dokter herbal yang menangani istriku
inilah rangkaian perjalanan kanker tersebut yang lama kelamaan akan menyerang
otak. Dokter menganjurkan untuk segera dibawa ke rumah sakit.
Tanggal
26 Maret 2008 …
Akhirnya aku kembali membawanya ke Rumah Sakit. Kali
ini aku membawanya ke RS. Husni Thamrin. Istriku ditangani oleh team yang
terdiri Dokter THT, Dokter Internis dan Dokter spesialis ahli kemoterapy,
Kebetulan Dokter Sugiono ahli kemoterapy yang dulu merawat istriku di RS.
Proklamasi juga praktek di sini. Dan kini Dokter sugiyono kembali menangani
istriku.
Sore itu Dokter memanggilku ke ruangannya. Dokter
menjelaskan stadium kanker istriku sudah menjadi 4C, dan kankernya sudah mulai
menggerogoti tulang tengkorak penyangga otak. Melihat hasil CT Scan nya aku
merinding, terlihat jelas tulang-tulang tengkorak itu keropos layaknya daun
termakan ulat. Aku ingin menjerit, “Ya Allah… begitu berat cobaan ini Kau
timpakan pada kami”
“Ma’afkan ayah bun, ayah tak mampu menjaga bunda…!”
Yang lebih mengagetkan ketika dokter mengatakan, “kita
hanya dapat memperlambat pertumbuhan kankernya bukan mengobati.” Seolah
hitungan mundur kematian itu dimulai. Aku limbung dan hampir taksadarkan diri,
sekuat tenaga aku mencoba untuk tetap tegar. Dengan dipapah adik aku keluar
dari ruang dokter.
Segera aku menuju Mushola kuambil air wudhu dan
kujalankan sholat. Entah sholat apa yang kujalankan ini.
“Aku ingin ketenangan aku butuh pertolonganMu ya Robb.
Kutumpahkan segala permohonan ini dihadapanMu yaa Allah. Dapat saja dokter
memfonis dengan analisanya, tapi Engkaulah yang maha kuasa atas segala
sesuatunya. Engkau maha menggenggam semua takdir, sakit ini dariMu ya Allah dan
padaMU juga aku mohon obat dan kesembuhannya.”
Segala ikhtiar dan do’a tiada lelah kulakukan tuk
kesembuhan istriku. Malam-malamku kulalui dengan sujud panjang disamping
bangsal rumah sakit. Kubenamkan wajahku diatas sajadah lebih dalam lagi,
tiba-tiba aku merasa tak mimiliki kekuatan apapun, aku berada dalam kepasrahan
dan penghambaan yang lemah.
“Robb…Engkau maha mengetahui, betapa segala ihtiar
telah kami lakukan. Tiada menyerah kami melawan penyakit ini, kini aku serahkan
segalanya padaMu, tidak ada kekuatan yang sanggup mengalahkan kekuatannMu yaa…Robb,
Tunjukkan pertolonganMu, beri kesembuhan pada istriku Ya..Allah.”
Saat itu istriku masih dapat bicara meski dengan suara
kurang jelas. Karena tenggorokannya pun sudah menyempit tersumbat kanker, ia
sangat kesulitan dalam bernafas. Untuk mengantisipasi agar tidak tersumbat
saluran nafasnya, dokter menyarankan agar dipasang ventilator dileher istriku.
Akupun menyetujuinya meskipun aku tak tega, tapi ini resiko terkecil yang dapat
diambil.
Istriku pasrah, dia minta aku menemaninya ke ruang
operasi. Aku sangat mengerti ia sangat takut dengan peralatan medis di ruang
operasi. Kemudian aku mendampinginya kedalam ruang operasi untuk pemasangan
Ventilator. Aku melihat dengan jelas leher istriku disayat kemudian dimasukkan
alat bantu pernafasan itu. “Sebenarnya aku tak tega melihatmu seperti ini
bunda, tapi inilah yang terbaik untukmu saat ini.”
Selesai pemasangan ventilator bicaranya sudah tak
bersuara lagi. Sejak saat itu praktis komunikasi kami hanya dengan isyarat atau
terkadang istriku menulisnya pada lembar-lembar catatan kecil yang sengaja aku
siapkan. Tentu saja hal ini terasa capek baginya. Namun sekali lagi ia terlihat
tegar tak pernah aku mendengar ia mengeluh.
Akhirnya dengan berbagai pertimbangan akupun menyetujui
untuk dilakukan kemoterapy terhadap istriku.
Tanggal
6 April 2008 …
Kira-kira jam 12 siang kemo tahap pertama dilakukan.
Dengan perasaan tak menentu aku melihat dokter meracik obat dengan perlengkapan
pengaman yang lengkap. Karena menurut dokter obat ini memang keras.
“Ya Allah beri kekuatan pada istriku…!” Beri kesembuhan
melalui ihtiar obat ini ya Allah..!”
Sepanjang proses pengobatan tak hentinya kupanjatkan
do’a dan dzikir dibantu dengan beberapa anggota keluarga.
Menurut Dokter kemo ini dilakukan dalam 3 sampai 5
tahap. Satu tahapan kemo memakan waktu 5 hari kemudian jeda 3 minggu untuk
dilanjutkan ke tahap berikutnya.
Hari kedua setelah kemo kurang lebih jam 9 malam,
istriku mulai merasa mual dan muntah. Hari ketiga jam 12 malam mulai keluar
mimisan dengan darah hitam mengental. Hari ke empat jam 8 pagi ketika saya
memandikan dan membersihkan mulutnya yang terus menerus mengeluarkan lendir,
terdapat lendir bercampur darah hitam pekat dan mengental.
Menurut dokter ini ialah tanda kankernya sudah mulai
hancur. Malam harinya istriku tidur sangat nyenyak dan tidak banyak batuk
berdahak seperti hari-hari sebelumnya.
Alhamdulillah kemo tahap pertama selesai. Dokter bilang
jika kondisi istriku membaik maka tiga hari lagi boleh pulang. Terlihat wajah
cerah istriku ketika mendengar kabar ini. “nanti kalo pulang mau kemana bun..
ke Sawangan apa ke Kebayoran (rumah ibunya)?”
“ke Sawangan aja rumah kita sendiri,” jawabnya melalui
secarik kertas. Namun ternyata dua hari kemudian ia mengalami diare yang hebat
ini ialah efek samping dari obat kemo, sehingga kondisinya kembali lemas.
Rencana pulangpun harus ditunda menunggu kondisinya membaik. Tetapi makin hari
kondisi istriku makin drop. Hingga menjelang kemo tahap kedua malah albumin
dalam darahnya menurun.
Selama dirawat istriku meminta agar saya sendiri yang
memandikannya, bahkan aku juga yang membersihkan kotorannya. Semuanya saya
kerjakan dengan telaten karena aku merasa sekarang saatnya untuk membalas semua
kebaikan yang telah dilakukannya kepadaku selama ini. Ketika istriku sehat
dialah yang selalu merawatku, menemaniku dan selalu menyiapkan semua
kebutuhanku.
Selama hampir satu bulan di Rumah Sakit kami merasa
menemukan keluarga baru. Keakraban terjalin antara kami dengan team dokter,
dengan para suster bahkan juga dengan cleaning service yang tiap hari
membersihkan kamar istriku. Saya merasa senang ketika suatu hari istriku dapat
tertawa riang bercanda dengan para suster meski tawanya tanpa suara.
Minggu,
4 Mei 2008 …
Kemo tahap ke 2 dilakukan. Sepertinya Allah benar-benar
menguji kesabaranku. Ketika hendak dilakukan kemo, tabung infus 1000cc yang
digunakan untuk campuran obat kemo ternyata tidak ada. Rumah sakit kehadapatn
stock, dan ini ialah sebuah kecorobohan yang mestinya tidak terjadi.
Karena tentunya pihak rumah sakit telah mengetahui
jadwal pelaksaan kemo ini. Dokterpun marah. Kemudian Dokter menyarankan saya
untuk segera membeli sendiri tabung infus di tempat lain. Tujuan saya ialah
RSCM sebagai Rumah sakit terdekat, namun jika menuju RSCM menggunakan kendaraan
akan memakan waktu lama karena jalannya memutar. Sayapun berlari ditengah terik
matahari pukul 12 siang menuju RSCM. Namun disanapun tidak tersedia, kemudian
saya berlari lagi menuju RS Sant Carolus, di sinipun nihil.
Begitu juga ketika saya ke Apotik melawai tak dapat
mendapatkannya. Akhirnya saya mendapatkan tabung infus tersebut di Apotik
Titimurni RS. Kramat. Akhirnya kemo tahap ke 2 pun dapat dilakukan.
Senin,
5 Mei 2008 …
Hari ini Dinda anak kami yang kecil ulang tahun ke 4.
Perhatian dan kecintaan istriku pada anaknya tak pernah berkurang. Dibatas
ketidak berdayaannya dia menuliskan sesuatu, “Ayah jangan lupa beliin hadiah
buat Dinda, ayah beliin jaket nanti bunda titip mukena, kasihan mukena dede
sudah jelek. Bilang ke dede ini mukena dari bunda.”
Atas permintaan istriku siang itu sebagai tanda syukur
kami memotong 2 buah kue ulang tahun yang salah satunya untuk dibagikan ke
suster-suster yang jaga. Kemudian istriku minta dibantu turun dari tempat
tidur, katanya ingin duduk bareng deket Dinda. Ia mencoba memberikan senyum
bahagia pada Dinda dan menyembunyikan rasa sakitnya. Sementara Dinda nampak
bahagia dipangku bundanya, mungkin ia mengira bundanya hanya sakit biasa saja.
Lagu “selamat ulang tahun” yang kami nyanyikan terdengar getir di telingaku.
Terasa pilu aku menatap mereka.
Selasa,
13 Mei 2008 …
Biasanya jika istriku menginginkan sesuatu ia akan
membangunkan saya dengan mengetuk besi tempat tidurnya. Namun malam itu saya
merasa sangat ngantuk dan lelah, saya menulis pesan pada istriku, “bun..nanti
kalo perlu apa-apa panggil suster aja ya! Ayah ngatuk dan cape, jangan bangunin
ayah ya!” Dengan isyarat lemah ia mengiyakan permintaanku, ia mengusap tanganku
kemudian menuliskan sesuatu “ayah tidur aja gapapa kok, bunda juga mau
istirahat.”
Rabu,
14 Mei 2008 …
Entah mengapa pagi ini aku sangat ingin merawatnya.
Ketika ia kembali diserang diare berkali-kali yang sangat hebat aku sendiri
yang membersihkan semuanya. Kemudian memandikannya dan mengganti pakaiannya.
Pagi itu aku minta Lia anak sulung kami yang masih duduk di kelas 5 SD untuk
menjaga bundanya, sebelum kemudian aku tinggal berangkat kerja.
Siang pukul 11 Lia menelpon “Ayah, bunda pingsan
nafasnya cepet banget.” Aku kaget dan sangat khawatir. Selang 15 menit Lia sms
“bunda sekarang ada di ruang ICU”. Astaghfirullah haladziim… apa yang terjadi
pada istriku. Segera aku minta izin meninggalkan kantor. Di Rumah Sakit aku
dapati Lia menangis sesegukan tak berhenti. “bunda yah… tolongin bunda yahh….!”
Kuhampiri istriku yang tergolek taksadarkan diri.
Perawat memasang semua peralatan pada tubuh istriku, entah alat apa saja ini.
Kuusap perlahan keningnya, dingin sekali. Tangan dan kakinyapun sangat dingin.
Hingga menjelang maghrib aku tak beranjak dari sampingnya. Tak hentinya mulut
ini memanjatkan doa. Sementara di luar ruang ICU sudah banyak kerabat
berdatangan.
Tekanan darahnya sangat rendah dibawah 70. Dokter
memberikan obat penguat tekanan darah dengan dosis tinggi. Tekanan darahnya
sempat naik namun masih dikisaran 75-80, sangat rendah. Berkali-kali dokter menyuntikkan
obat perangsang namun hasilnya tetap sama tak berubah. Dokter memanggilku,
perasaanku gelisah tak menentu, campur aduk antara cemas, bimbang dan ketakutan
yang amat sangat. Dugaanku benar Dokterpun menyerah.
Melihat kondisinya yang terus menurun ia menyarankan
agar semua alat bantu dilepas saja. “maksudnya dok..?” aku menodong penjelasan.
“secara medis kondisi ibu sudah tidak dapat ditolong lagi, lebih baik kita
do’akan saja.” Aku benar-benar lemas mendengarnya seluruh badanku gemetar
merinding “benarkah tak ada lagi harapan.” Tiba-tiba aku merasakan ketakutan
yang luar biasa. Aku tak mau menyerah, aku meminta agar semua alat bantu itu
tetap terpasang pada tubuh istriku, sambil menunggu keputusan team dokter besok
pagi.
“Aku tak mau kehilanganmu bunda.” Ku pegang kuat
jemarinya, “buka matamu bunda sebentar saja, ayah ingin menatap mata bening
bunda untuk terakhir kalinya,” kubisikan lembut ditelinganya.
Pukul 22, aku disodori surat pernyataan, tak sempat aku
baca, kata suster ini ialah Surat persetujuan untuk melepas semua alat bantu
dari tubuh istriku. “Tak sanggup aku melaksanakan ini bun, aku ingin tetap
menatap wajahmu, aku ingin tetap mendampingimu meski dalam ketidakberdayaanmu.”
Akhirnya adikku yang menandatanganinya. Aku tak ingin
selalu dihinggapi rasa bersalah jika menandatangani surat itu. Kemudian semua
alat bantu dilepas dari tubuh istriku, tinggal tersisa alat pendeteksi detak
jantung.
“Bun…..inilah yang terbaik yang diberikan Allah buat
kita, maafkan ayah bun ayah tak dapat menjaga bunda. Ayah ikhlas bunda pergi,
ayah terima semua dengan ihklas bun.. Jangan khawatir bun, ayah akan menjaga
dan merawat anak-anak kita,” kubisikan lirih ditelinga istriku.
Kutemui Lia yang menunggu diluar ruang ICU, kubelai
rambutnya penuh sayang. Ia menangis keras sejadi-jadinya, mungkin ia paham apa
yang kumaksudkan. “Bundaa….. Lia ga mau kehilangan bunda, jangan tinggalin lia
bundaa..!!” Tangisnya memekik, merebut perhatian semua orang diruang tunggu ICU
ini. Semua mata menatap kami tapi mereka diam seolah mahfum dengan keadaan
kami.
Dalam setiap rangkaian doaku tak pernah aku mengucapkan
kata-kata menyerah “kalo memang hendak Engkau ambil maka mudahkan,” tak pernah
aku menyebut kata-kata itu. Aku selalu minta kesembuhan, kesembuhan karena aku
memang menginginkan istriku benar-benar sembuh.
Sepertinya kini aku harus menyerah dan pasrah “Ya..
Robb jika memang Engkau menentukan jalan lain aku ikhlas ya Allah…., mudahkan
jalan istriku untuk menghadapmu dengan khusnul khootimah.”
Menurut suster dalam kondisi seperti ini pasien masih dapat
mendengar. Kubimbing istriku menyebut kalimat “LAAILAHA ILLALLAH MUHAMMADUR
ROSULULLAH..” perlahan aku membimbingnya. Rasanya aku mengerti betul setiap
helaan nafasnya, raga kami bagai menyatu. Kuulang hingga berkali-kali dengan
helaan nafas yang terirama pelan. Dua bulir bening tersembul dari sudut
matanya. Aku merasakan ia sanggup mengikuti kalimat ini, terimakasih ya
Allah..!
Kamis,
15 Mei 2008 …
Aku terbangun ketika tiba-tiba seorang suster memanggil
“Keluarga ibu Siti Nurhayati..!” Aku bergegas masuk ke ruang ICU, jam menunjuk
Pukul 05.05, masih pagi dengan hawa dingin yang menyusup tulang. “Ma’af pak,
ibu sudah tidak ada.” ujar suster tadi singkat. Meski aku tau maksudnya tapi
aku masih tak percaya. Kutengok layar monitor yang terhubung ketubuh istriku.
Tak ada lagi yang bergerak disana
Bagai tersambar petir, kudekap tubuh lemas istriku.
Bibirnya menoreh segaris senyum. “INNA LILLAAHI WAINNA ILAIHI ROOJIUUN.” Aku
lunglai terduduk disampingnya tapi tak ada lagi air mata yang keluar. “Bun,
Ayah ikhlas melepas bunda, Allah telah memilihkan jalan terbaik buat kita.”
Selamat Jalan Istriku…… jemput aku dan anak-anak nanti
di pintu SurgaNya.
Semoga bermanfaat bagi yang membacanya ….
Salam Terkasih ..
Dari Sahabat Untuk Sahabat …
… Semoga kisah ini dapat membuka pintu hati kita yang
telah lama terkunci …”
dan terimakasih telah membacanya
Loading...
web hosting surabaya
cpanel web hosting
beli web hosting
daftar domain
membuat web hosting
jakarta web hosting
wordpress hosting indonesia
indo web hosting
web hosting termurah
hosting indonesia gratis
singapore hosting
sewa web hosting
hosting tangguh
buy hosting
vps hosting indonesia
web hosting indonesia terbaik
web hosting indonesia gratis
web hosting terbaik
hosting web
beli domain dan hosting murah
web hosting murah
beli hosting murah
daftar web hosting
shared hosting murah
web hosting murah unlimited
web hosting indonesia
web hosting terbaik indonesia
hosting murah unlimited
review hosting indonesia
70
Rp 2.03 0.47
web hosting terbaik di indonesia
90
Rp 1.96 0.46
hosting terbaik
1600
Rp 1.91 0.42
sewa hosting murah
30
Rp 1.9 0.79
hosting indonesia terbaik
390
Rp 1.89 0.4
paket hosting murah
40
Rp 1.87 0.96
vps hosting murah
30
Rp 1.85 0.97
jasa web hosting
30
Rp 1.78 0.73
hosting terbaik indonesia
880
Rp 1.77 0.44
web hosting murah indonesia
70
Rp 1.77 0.71
best hosting indonesia
90
Rp 1.7 0.62
hosting murah
5400
Rp 1.7 0.93
domain id
1000
Rp 1.69 0.45
hosting cpanel
110
Rp 1.69 0.61
hosting dan domain
210
Rp 1.66 0.64
hosting free
880
Rp 1.66 0.64
top 10 web hosting indonesia
50
Rp 1.64 0.67
bisnis hosting
50
Rp 1.63 0.43
jual domain murah
210
Rp 1.62 0.89
web hosting gratis
2900
Rp 1.62 0.55
beli domain dan hosting
590
Rp 1.6 0.68
domain hosting indonesia
50
Rp 1.6 0.82
beli hosting
390
Rp 1.58 0.72
bisnis web hosting
20
Rp 1.57 0.73
email hosting indonesia
260
Rp 1.56 0.46
membuat server hosting sendiri
70
Rp 1.52 0.16
free hosting and domain
480
Rp 1.51 0.64
harga domain
880
Rp 1.49 0.51
telkom hosting
90
Rp 1.49 0.1
hosting indonesia murah
90
Rp 1.46 0.88
hosting terbaik di indonesia
210
Rp 1.46 0.5
cara hosting web
480
Rp 1.44 0.38
unlimited hosting
140
Rp 1.44 0.92
biznet hosting
140
Rp 1.42 0.22
unlimited hosting indonesia
50
Rp 1.42 0.88
top hosting indonesia
30
Rp 1.41 0.58
hosting yang bagus
50
Rp 1.4 0.48
asian brain hosting
40
Rp 1.39 0.19
domain dan hosting murah
170
Rp 1.39 0.94
domain hosting murah
320
Rp 1.37 0.63
cara beli domain
320
Rp 1.35 0.48
beli domain murah
880
Rp 1.34 0.72
plasa hosting
260
Rp 1.34 0.15
hosting murah indonesia
jagoan hosting surabaya
jual domain
hosting server indonesia
cara pindah hosting
pasarhosting
sewa domain
webhost
cpanel hosting
hosting murah berkualitas
domain dan hosting
harga hosting
membuat server hosting
daftar hosting
harga hosting dan domain
windows hosting indonesia
jasa hosting terbaik
jasa hosting murah
hosting indonesia
domain paling murah
hosting termurah indonesia
pengertian domain dan hosting
hosting gratis terbaik
domain dan hosting gratis